Jumat, 16 Juli 2021

from Toxic Zone to Addict Zone [1/4]

 Kisah Masa Lalu

Aku akan menarik kisah ini mundur cukup jauh ke belakang terlebih dulu. Karena pada akhirnya aku menyadari titik penyebab atas alasan kisahku hari ini berawal dari kisah yang lampau ini hehehe.

Mungkin ini akan terdengar seperti sebuah alasan, aku tak pernah benar – benar bisa menjalin pertemanan yang akrab sampai SMP. Karena sejak lahir, aku—yang—prematur—ini, cukup sering sakit – sakitan sampai SD. Hampir setiap seminggu sekali ijin sakit dari dokter selalu terkirim ke guru wali kelas. Baru setelah kelas 3 SD imunku jadi lebih baik dan berkurang ijin sakit menjadi sebulan hanya 1 – 2 kali, dan semakin berkurang seiring menginjak kelas 6 SD. Hal ini yang membuatku cukup nyaman dengan diriku sendiri dan akrab dengan TV terutama channel kartun sambil rebahan di rumah hahahaha.

Saking nyamannya menyendiri dan sibuk mengakrabkan diri dengan TV sembari menelan obat – obatan yang cenderung pahit, kadang penuh drama karena sudah mulai bosan dengan rasa yang monoton, tanpa sadar aku menanam ketidakcakapan dalam bersosialiasi. Menjalin hubungan sosial adalah hal yang sangat sulit dilakukan, dan kadang terasa menakutkan karena tidak mudah mempercayai orang asing. Bahkan ketika mereka berusaha berkali – kali mendekati terlebih dahulu. Biasanya selalu berakhir dengan aku yang mundur perlahan dan menghilang atau mereka yang menyerah karena sifat keras kepalaku tidak ingin berada dalam lingkaran pertemanan mereka.

Kondisinya memburuk saat aku SMP. Seperti kebanyakan remaja lainnya, aku juga mengalami fase pencarian jati diri. Sebenarnya keinginan berteman sangat tinggi, namun perasaan ingin segera menyerah juga besar. Aku sering merasa rendah diri karena satu – satunya hal yang bisa kubanggakan hanyalah nilai rapot, walaupun bukan yang tertinggi, tapi bisa dibilang cukup di atas rata – rata kecuali untuk mata pelajaran olahraga hehe. Seorang ‘Kutu Buku’? Sepertinya julukan itu cukup cocok hahaha.

Aku merasa hampir tak punya teman di saat biasa, namun banyak yang bermunculan saat ada tugas atau ujian dan menghilang lagi setelahnya. Tapi sebenarnya setelah kuingat – ingat sekarang, semasa SD dan SMP aku juga memiliki banyak kenangan indah dan cukup banyak teman yang berusaha mendekatiku untuk menjadi akrab. Namun seperti biasa, lagi – lagi aku yang mengacaukan hubungan kami dan berakhir dengan hilang kontak sama sekali.

Sembilan tahun ‘mencoba’ bergaul dengan teman – teman sekolah dan berkali – kali gagal akhirnya menjadi bom waktu karena aku tak pernah membicarakan bab pertemanan dengan keluargaku. Mungkin aku sempat mengalami Depresi Berat karena hal tersebut. Aku jadi sensitif dan sangat mudah marah di siang hari, dan menangis diam – diam di malam hari hampir setiap hari selama setahun mungkin lebih. Orang tuaku mungkin mengira aku hanya sedang melewati masa pubertas, karena memang aku hampir tidak pernah mengeluh masalah sekolah atau apapun. Mereka hanya tahu aku yang suka tiba – tiba marah dan ngambek tanpa alasan yang jelas. Di sisi lain aku merasa semakin hilang kepercayaan diri, sering merasa ketakutan bahwa orang – orang di sekitarku tak menyadari keberadaanku, kekhawatiran mengalami penolakan dan kegagalan, yang berakhir dengan membuatku semakin berusaha menarik diri dari lingkungan sosial dan bersembunyi di rumah sambil menenangkan diri dengan menonton TV sambil makan makanan manis. Yap.. di rumah aku merasa semua fasilitas yang kubutuhkan sangat terpenuhi bahkan sebelum aku memintanya. Aku terjebak di zona nyaman. Melarikan diri dari masalah dan sama sekali tak berusaha menghadapi dan menyelesaikannya karena merasa terlalu melelahkan.

Kenapa sedih banget sih baca paragraf – paragraf di atas? Masa kecilku terkesan menyedihkan dan mengenaskan ya? Hahahaha

Dulu mungkin aku akan dengan yakin menjawab ‘YA’. Tapi semua kisah memilukan itu benar -  benar mencapai dasar yang paling gelap saat kelas 2 SMP. Di kelas 3 SMP perlahan keadaan membaik. Aku mendapat beberapa teman yang ‘sefrekuensi’ yang gak hanya muncul saat ada tugas dan ujian. Aku mulai bisa melihat segala hal dengan sedikit lebih positif. Aku menyadari selama ini aku terlalu sering melihat hal – hal menyedihkan yang terjadi. Padahal banyak hal yang dilakukan orang – orang di sekitarku yang senantiasa berusaha membantuku bangkit dan membuatku tertawa. Aku juga teringat aku selalu berpartisipasi sebagai anggota inti Paskibra dan cukup sering mendapat pujian dari Pelatih karena (katanya) aku berbakat hahahaha. Nilaiku juga membaik, dan ini hal yang menyenangkan untuk dikatakan, karena itulah satu – satunya hal yang selama ini bisa kubanggakan pada kedua orang tuaku hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar