Jumat, 16 Juli 2021

from Toxic Zone to Addict Zone [4/4]

 I’m Addicted

Siapakah orang – orang ‘baik’ ini? Mengapa ada tanda petik di antara kata baik? Karena mereka bukan orang – orang yang selalu bisa menyampaikan hal – hal baik dengan cara yang baik. Halah hahahaha.

Jika masa SMK adalah masa di mana aku sudah mencapai permukaan yang cerah. Maka masa setelahnya adalah masa di mana aku berkesempatan untuk melihat pemandangan indah dan berkeliling di sekitar pantai juga dermaga.

Aku bertemu dengan sahabat – sahabat baikku di kampus saat kuliah. Mereka yang mengajarkanku soal bagaimana mendefinisikan tingkatan kedekatan dalam hubungan sosial, bagaimana bersikap, bagaimana bertindak, hubungan mana yang bisa dipertahankan, dan mana yang harus dilepaskan. Jangan bayangkan mereka mengajarkannya dengan lemah lembut. Jangan sekalipun. Mereka wanita bar – bar yang bahkan tak segan membuat seseorang yang sekuat tenaga berusaha menahan tangisnya malah menangis sejadi – jadinya di hadapan mereka. Namun setelahnya aku menyadari dan mengakui betapa khawatir dan putus asanya mereka menasehatiku berkali – kali untuk lepas dari hubungan yang Toxic.

Kamu terlalu berharga untuk terus berjuang sendirian di hubungan itu.

Berhentilah menyakiti dirimu sendiri dan bangkitlah.

Kami tak pernah melarang kamu memiliki hubungan dengan siapapun, kami hanya tak tega dan sudah pada batasnya menahan diri melihat kamu sering terluka.

Lepaskan dia dan jadilah bebas.

Tapi kalau kamu bersikeras melanjutkan seperti yang sudah – sudah, maka kami lepas tangan atas apapun keputusanmu.

Kira – kira itulah sebagian ceramah mereka yang menamparku dengan keras demi membukakan kenyataan yang selama ini ku tolak untuk kupercayai. Lima tahun adalah waktu yang sangat lama untuk menyadari dan mengakui hubungan yang selama ini terjalin berupa Toxic. Butuh sekitar setahun untuk mengakui dan mengevaluasi dari mana titik salah ini bermuara. Dan setahun lagi untuk memberanikan diri mengambil sikap dan langkah baru atas keputusan yang sudah dipertimbangkan matang – matang. Aku akan Melepaskannya. Aku akan Menyerah dan Menyelesaikan Perasaanku. Mengakui Definisi Teman dan Tulus ku berbeda dengannya.

Bukan. Mereka bukan cemburu dengan hubunganku dan teman lamaku. Mereka justru yang membujukku agar tetap berhubungan baik sekalipun telah menyudahinya. Mereka menyadarkanku untuk sekedar bersilaturahmi beda dengan kembali akrab. Setelah aku lebih tenang, mereka menunjukkan betapa indahnya berteman dengan sehat. Bersahabat dengan erat. Tak sekalipun kami benar – benar bersaing untuk berusaha lebih unggul dari yang lain. Kami mendaki bersama menuju puncak, bukan berlarian dan berlomba mencapai puncak kemudian menunggu sambil sesekali melihat yang lebih lambat dengan pandangan merasa lebih hebat dan bangga karena sudah sampai terlebih dahulu. Mereka tak pernah terlambat mengulurkan tangan ketika melihat ada yang kesulitan. Kami saling mengakui kelebihan masing – masing untuk kemudian saling melengkapi kekurangan yang lain. Bukankah ini ‘Persaingan’ yang Lebih Menyenangkan? Bukan menjadi Lebih, tapi Menyetarakan yang Kurang.

Seperti salah satu contoh kisah di atas, mereka bukan sekedar teman yang senantiasa menjadi tameng satu sama lain, tapi mereka juga Haters nomor 1 yang tak pernah absen berada di Garis Keras Terdepan soal kritik dan komplain hahaha. Jangan kira hubungan kami selalu lancar. Kami sering berbeda pendapat. Dan tak jarang rusuh karena pro dan kontra yang 180o. Tapi beruntung, mereka mengajarkanku bahwa Bersama Tak Harus Selalu Sama. Setiap perbedaan harus diterima dengan tangan terbuka dan adil.

Mereka kadang juga posesif seperti gebetan hahaha. Juga khawatir berlebihan seperti Ibu. Pun tegas dan keras seperti Bapak. Serta tahu caranya bersenang – senang sebagai kakak – adik. Dan menggila seperti teman – teman seumuran yang sefrekuensi hahaha. Bersama mereka aku mengalahkan opiniku yang selama ini belum pernah berhasil menjaga hubungan baik dalam waktu yang lama. Bahkan sekarang kami sudah LDR-an selama 3 tahun. Alhamdulillah hubungan kami jarang bertahan lama di titik bosan. Lebih sering kami saling ingin bertemu, padahal setiap hari selalu berhubungan di grup baik WA ataupun IG. Mereka sekelompok orang asing yang aku berharap Allah akan pertemukan kami di Surga selain keluarga kandungku sendiri.

Aku jatuh cinta pada mereka berkali – kali sama seperti aku jatuh cinta pada orang tua dan adik – adikku. Dan pada mereka aku bisa menyandarkan tag ‘2nd Home’ karena terus ingin kembali sekalipun telah bertengkar. They're whom I'm addicted to, after my own family.

Seberapa bahagia aku sekarang? SANGAT BAHAGIA. Aku beruntung karena Allah senantiasa memberkahiku dengan mengirimkan orang – orang dan lingkungan yang baik. Yang senantiasa mengajakku untuk terus berproses dan berkembang menjadi lebih baik. Dan berkat doa orang – orang baik yang tulus menyayangiku, Allah limpahkan kembali berkahnya kepadaku, sehingga aku pun berkesempatan menyampaikan rasa sayangku pula ke mereka meskipun yang kuberikan pasti tak pernah cukup membayar semuanya.

Seberapa puas aku dengan hubungan sosialku sekarang? LEBIH DARI CUKUP. Mulai dari seorang yang menjauh dari kehidupan sosial, menemukan lingkungan baru yang merubah mendung menjadi cerah, terjebak dalam hubungan Toxic, kemudian bertemu orang – orang baik yang senantiasa mengajakku menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi.

Dengan bangga dan lantang sekarang aku bisa berkata bahwa :

Aku Bukan Lagi Korban

Aku Pernah Salah dan Aku Bangkit

Aku Bahagia dan Memiliki Hubungan Sosial yang Lebih Baik Sekarang

Aku Melepaskannya dan Aku Bebas

Mungkin aku tetap bisa menyapanya—Teman Lamaku, tapi tak bisa kembali akrab. Karena memang sejak awal sebenarnya ‘Akrab’ juga bukan kata yang tepat menggambarkan hubungan kami.

Aku tak menyesal mengenalnya—Teman Lamaku, karena aku juga belajar banyak hal. Mensyukuri segala berkah yang kudapatkan sekarang—yang bisa jadi tak akan kudapatkan jika tak mengalami Toxic Relationship.

Aku tak bisa mengendalikan bagaimana orang akan bersikap terhadapku, tapi aku bisa memilih untuk tinggal atau pergi dari orang – orang yang mungkin bisa membuatku jatuh kembali, terlepas dari apapun alasan (mental & trauma) yang melatar belakangi tindakan mereka.

Aku menuliskan kisah ini bukan untuk men-judge siapapun, aku hanya berharap dengan berbagi pengalaman ini banyak yang bisa terlepas atau bahkan terhindar dari Toxic Zone jika mengalami tanda – tanda dalam hubungan yang mirip. Aku juga ingin menyampaikan bahwa setiap orang pasti akan memiliki kesempatan untuk berubah selama dia bergerak, dalam langkah kecil yang sangat perlahan sekalipun. Dan sebagai self reminder untuk hari ini dan di kemudian hari, agar tak putus asa mengharap Berkah dan Ridho Allah, serta senantiasa yakin bahwa selalu akan ada Hadiah Istimewa yang menanti di akhir perjalanan yang mudah maupun sulit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar