I’m Addicted
Siapakah
orang – orang ‘baik’ ini? Mengapa ada tanda petik di antara kata baik? Karena
mereka bukan orang – orang yang selalu bisa menyampaikan hal – hal baik dengan
cara yang baik. Halah hahahaha.
Jika masa SMK adalah masa di mana aku sudah mencapai permukaan yang cerah. Maka masa setelahnya adalah masa di mana aku berkesempatan untuk melihat pemandangan indah dan berkeliling di sekitar pantai juga dermaga.
Aku
bertemu dengan sahabat – sahabat baikku di kampus saat kuliah. Mereka yang
mengajarkanku soal bagaimana mendefinisikan tingkatan kedekatan dalam hubungan
sosial, bagaimana bersikap, bagaimana bertindak, hubungan mana yang bisa
dipertahankan, dan mana yang harus dilepaskan. Jangan bayangkan mereka
mengajarkannya dengan lemah lembut. Jangan sekalipun. Mereka wanita bar – bar yang
bahkan tak segan membuat seseorang yang sekuat tenaga berusaha menahan tangisnya
malah menangis sejadi – jadinya di hadapan mereka. Namun setelahnya aku
menyadari dan mengakui betapa khawatir dan putus asanya mereka menasehatiku
berkali – kali untuk lepas dari hubungan yang Toxic.
Kamu
terlalu berharga untuk terus berjuang sendirian di hubungan itu.
Berhentilah
menyakiti dirimu sendiri dan bangkitlah.
Kami
tak pernah melarang kamu memiliki hubungan dengan siapapun, kami hanya tak tega
dan sudah pada batasnya menahan diri melihat kamu sering terluka.
Lepaskan
dia dan jadilah bebas.
Tapi
kalau kamu bersikeras melanjutkan seperti yang sudah – sudah, maka kami lepas
tangan atas apapun keputusanmu.
Kira
– kira itulah sebagian ceramah mereka yang menamparku dengan keras demi
membukakan kenyataan yang selama ini ku tolak untuk kupercayai. Lima tahun
adalah waktu yang sangat lama untuk menyadari dan mengakui hubungan yang selama
ini terjalin berupa Toxic. Butuh sekitar setahun untuk mengakui dan
mengevaluasi dari mana titik salah ini bermuara. Dan setahun lagi untuk
memberanikan diri mengambil sikap dan langkah baru atas keputusan yang sudah
dipertimbangkan matang – matang. Aku akan Melepaskannya. Aku akan Menyerah dan
Menyelesaikan Perasaanku. Mengakui Definisi Teman dan Tulus ku berbeda
dengannya.
Bukan.
Mereka bukan cemburu dengan hubunganku dan teman lamaku. Mereka justru yang
membujukku agar tetap berhubungan baik sekalipun telah menyudahinya. Mereka menyadarkanku
untuk sekedar bersilaturahmi beda dengan kembali akrab. Setelah aku lebih
tenang, mereka menunjukkan betapa indahnya berteman dengan sehat. Bersahabat dengan
erat. Tak sekalipun kami benar – benar bersaing untuk berusaha lebih unggul
dari yang lain. Kami mendaki bersama menuju puncak, bukan berlarian dan
berlomba mencapai puncak kemudian menunggu sambil sesekali melihat yang lebih
lambat dengan pandangan merasa lebih hebat dan bangga karena sudah sampai
terlebih dahulu. Mereka tak pernah terlambat mengulurkan tangan ketika melihat
ada yang kesulitan. Kami saling mengakui kelebihan masing – masing untuk
kemudian saling melengkapi kekurangan yang lain. Bukankah ini ‘Persaingan’ yang
Lebih Menyenangkan? Bukan menjadi Lebih, tapi Menyetarakan yang Kurang.
Seperti
salah satu contoh kisah di atas, mereka bukan sekedar teman yang senantiasa
menjadi tameng satu sama lain, tapi mereka juga Haters nomor 1 yang tak pernah absen berada di Garis Keras Terdepan
soal kritik dan komplain hahaha. Jangan kira hubungan kami selalu lancar. Kami sering
berbeda pendapat. Dan tak jarang rusuh karena pro dan kontra yang 180o.
Tapi beruntung, mereka mengajarkanku bahwa Bersama Tak Harus Selalu Sama. Setiap
perbedaan harus diterima dengan tangan terbuka dan adil.
Mereka
kadang juga posesif seperti gebetan hahaha. Juga khawatir berlebihan seperti Ibu.
Pun tegas dan keras seperti Bapak. Serta tahu caranya bersenang – senang sebagai
kakak – adik. Dan menggila seperti teman – teman seumuran yang sefrekuensi
hahaha. Bersama mereka aku mengalahkan opiniku yang selama ini belum pernah
berhasil menjaga hubungan baik dalam waktu yang lama. Bahkan sekarang kami
sudah LDR-an selama 3 tahun. Alhamdulillah hubungan kami jarang bertahan lama
di titik bosan. Lebih sering kami saling ingin bertemu, padahal setiap hari
selalu berhubungan di grup baik WA ataupun IG. Mereka sekelompok orang asing
yang aku berharap Allah akan pertemukan kami di Surga selain keluarga kandungku
sendiri.
Aku
jatuh cinta pada mereka berkali – kali sama seperti aku jatuh cinta pada orang
tua dan adik – adikku. Dan pada mereka aku bisa menyandarkan tag ‘2nd Home’ karena terus ingin kembali sekalipun
telah bertengkar. They're whom I'm addicted to, after my own family.
Seberapa
bahagia aku sekarang? SANGAT BAHAGIA. Aku beruntung karena Allah senantiasa
memberkahiku dengan mengirimkan orang – orang dan lingkungan yang baik. Yang senantiasa
mengajakku untuk terus berproses dan berkembang menjadi lebih baik. Dan berkat
doa orang – orang baik yang tulus menyayangiku, Allah limpahkan kembali
berkahnya kepadaku, sehingga aku pun berkesempatan menyampaikan rasa sayangku
pula ke mereka meskipun yang kuberikan pasti tak pernah cukup membayar semuanya.
Seberapa
puas aku dengan hubungan sosialku sekarang? LEBIH DARI CUKUP. Mulai dari
seorang yang menjauh dari kehidupan sosial, menemukan lingkungan baru yang
merubah mendung menjadi cerah, terjebak dalam hubungan Toxic, kemudian bertemu
orang – orang baik yang senantiasa mengajakku menjadi pribadi yang lebih baik
dan lebih baik lagi.
Dengan
bangga dan lantang sekarang aku bisa berkata bahwa :
Aku
Bukan Lagi Korban
Aku
Pernah Salah dan Aku Bangkit
Aku
Bahagia dan Memiliki Hubungan Sosial yang Lebih Baik Sekarang
Aku
Melepaskannya dan Aku Bebas
Mungkin
aku tetap bisa menyapanya—Teman Lamaku, tapi tak bisa kembali akrab. Karena memang
sejak awal sebenarnya ‘Akrab’ juga bukan kata yang tepat menggambarkan hubungan
kami.
Aku
tak menyesal mengenalnya—Teman Lamaku, karena aku juga belajar banyak hal. Mensyukuri
segala berkah yang kudapatkan sekarang—yang bisa jadi tak akan kudapatkan jika
tak mengalami Toxic Relationship.
Aku
tak bisa mengendalikan bagaimana orang akan bersikap terhadapku, tapi aku bisa
memilih untuk tinggal atau pergi dari orang – orang yang mungkin bisa membuatku
jatuh kembali, terlepas dari apapun alasan (mental & trauma) yang melatar
belakangi tindakan mereka.
Aku
menuliskan kisah ini bukan untuk men-judge
siapapun, aku hanya berharap dengan berbagi pengalaman ini banyak yang bisa
terlepas atau bahkan terhindar dari Toxic
Zone jika mengalami tanda – tanda dalam hubungan yang mirip. Aku juga ingin
menyampaikan bahwa setiap orang pasti akan memiliki kesempatan untuk berubah
selama dia bergerak, dalam langkah kecil yang sangat perlahan sekalipun. Dan sebagai
self reminder untuk hari ini dan di
kemudian hari, agar tak putus asa mengharap Berkah dan Ridho Allah, serta
senantiasa yakin bahwa selalu akan ada Hadiah Istimewa yang menanti di akhir
perjalanan yang mudah maupun sulit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar