-Kepastian-
Bulan
Februari hampir habis, beberapa teman sudah bersiap berangkat menuju Jakarta,
ke perusahaan tujuan mereka. Karna memang kebanyakan, perusahaan tujuan berada
di Jakarta. Bahkan Gita akan mulai magang besok. Dalam hati aku hanya bisa
was-was, karna perusahaan stasiun TV yang kutuju tak jelas menentukan kapan
magang dimulai. Awalnya diberitahukan, magang dimulai bulan Maret, kemudian
berubah jadi Februari, sekarang udah hampir Maret dan nasib kita bersembilan
yang mendaftar di satsiun TV itu belum jelas juga. Saat pak Kaprodi
dikonfirmasi, beliau Cuma berkata “Ya, nanti.”. Kami sempat geram dengan respon
beliau, tapi kami tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu pemberitahuan
kapan magang bisa dimulai.
Upit
berhasil menyelesaikan tes wawancara dan psikotes dari perusahaan yang
ditujunya. Dia dan 3 orang lainnya akan mulai magang 28 Maret 2016, 3 minggu
lagi sebelum hari-H. Saat itu, cuma perusahaan yang dituju Upit yang memberikan
tes seperti tes masuk karyawan. Sedangkan perusahaan lain tidak memberikan tes
apapun. Menyenangkan mendapat kabar gembira dan melihat muka sumringahnya bisa
diterima perusahaan tujuannya. Upit kecil emang keren! (9^w^)9. Semangat dan
motivasi terus mengalir dari Gita dan Upit untuk kami bertiga yang belum jelas
nasibnya. Pfft.. “ya Allah jauhkanlah aku dari prasangka buruk dan segera
tunjukkan yang terbaik untukku.. Aamiiin..”, batinku ketika aku mulai merasa
ada yang tidak beres dengan perusahaan tujuanku.
Kami
yang mendaftar perusahaan TV itu benar-benar sudah pasrah, 2 minggu lagi bulan
April. Sampai tiba-tiba HP ku berdering, saat itu hari Jumat sekitar jam 10
pagi, sms dari Memei.
“Jah, mahasiswa yang daftar di
stasiun TV disuruh kumpul di kampus habis jumatan. Ini pak Kaprodi ngasi
infonya dadakan lewat grup WA”
“Ada
apa ya? Kabar baik atau buruk? Ah paling mau dikasi tau kapan berangkatnya.
Alhamdulillah.. akhirnya. Terima kasih ya Allah” pikirku berusaha positive
thinking. Karena nasib kita sesuai dengan prasangka kita kan? Hihi ;)
Pukul
2 siang, kami bersembilan dipanggil pak Kaprodi untuk masuk ke ruang kelas
Lab.Telkom Barat 01. Kami masih bisa saling bercanda, bahkan saat sudah duduk
di dalam kelas. Kemudian pak Kaprodi mulai berusaha menyampaikan maksudnya
mengumpulkan kami. Awalnya, sama sekali aku tak menaruh curiga pada pak
Kaprodi. Aku terus berusaha pos-think. Lama kelamaan, omongan pak
Kaprodi jadi muter-muter dan tibalah pada kalimat yang sempat terbersit di
pikiranku, yang tak ingin kudengar.
“Ini
saya tadi pagi mendadak mendapat kabar dari stasiun TV, saya juga kaget ketika
mendapat kabar ini dan langsung meminta kalian berkumpul selesai jumatan untuk
memberitahukan info ini. Jadi... stasiun TV membatasi kuota peserta magangnya
menjadi 5 orang saja..”
Aku
mati rasa, seolah sudah tau sebelumnya apa yang baru saja beliau sampaikan. Aku
tak sedih, tak juga senang, ingin marahpun tidak. Pikiranku sama sekali kosong,
tak berani memprediksi apa yang akan dikatakan pak Kaprodi selanjutnya. Aku hanya
berusaha mendengar dengan seksama. Senyum di wajah kami bersembilan mulai
hilang. Aku menangkap kekhawatiran di wajah beberapa temanku.
“Saya
harap yang tidak diterima di stasiun TV ini, bisa segera mencari dan mendaftar
magang di tempat lain. Dan yang lolos, dan akan magang di stasiun TV
adalah...”, pak Kaprodi membuka selembar kertas catatan putih yang berisi
daftar nama. “Dimas, Anindya, Amin, Devan, dan.... Meidiana”. “HAHH!!! Gimana
ini?! Aduuh piye jal??”, Memei sontak kaget dan tak percaya namanya
disebut. Bukan karena senang, Memei justru terlihat gelisah mengetahui aku dan
Ndeng tidak bisa magang di tempat yang kami inginkan dan harus mencari tempat
magang baru dalam waktu yang sangat singkat. Selambat-lambatnya bulan Mei, kami
semua harus sudah mulai magang agar di akhir Agustus magang kami bisa selesai
dengan lama magang minimal 4 bulan.
Keluar ruangan, Memei masih tak percaya atas
keputusan pak Kaprodi. Upit dan Gita memberikan respon sama, saat kami
memberitahukan kabar dari pak Kaprodi. Mereka bahkan lebih terlihat shocked
dari aku dan Ndeng yang sedang berusaha “sok tenang”. Aku terus bertanya-tanya,
“Apa spesifikasi penerimaan peserta magangnya ya? Apa karna CV ku gak formal
yah? Hehe” tanyaku cengengesan. “CV ku formal, tapi aku gak lolos” jawab Ndeng
sambil berusaha senyum. Mulai kulihat kegelisahan di raut mukanya. Kutatap
wajah sahabatku yang lain, Memei diam seribu bahasa, Upit gelisah sampai
mukanya terlihat pucat, Gita dari tempat magangnya terus berusaha menghubungi
kami menanyakan penjelasan dan kronologi ceritanya. Sore itupun ditutup dengan
perpisahan kami yang rasanya agak masam. Upit masih punya urusan di kampus, dia
langsung menuju ke lokasi tujuannya. Memei yang sedang tidak solat, langsung
pulang ke rumah. Sedangkan aku dan Ndeng solat Ashar dulu di masjid Perumda.
Setidaknya dengan solat, bisa sedikit menenangkan kami berdua sebelum melaju ke
rumah masing-masing yang cukup jauh dari kampus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar